Senin, 26 Oktober 2009

Mandikan Aku Bunda

Diposting oleh Ayoe Ritma di Senin, Oktober 26, 2009
Beberapa bulan lalu, saya dikirimi email yang berisi beberapa cerpen, ketika saya baca salah satunya, saya pikir sangat bagus,ceritanya sangat menyentuh dan bagus dijadikan bahan renungan.. pada kesempatan ini pun saya ingin berbagi bersama sahabat - sahabat bloger semua, mudah - mudahan bisa bermanfaat.. tapi sayangnya saya tidak tahu penulis cerpen ini siapa.. ni lho cerpennya:

Rani, sebut saja begitu namanya. Wanita ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi, sikap dan konsep dirinya sudah jelas yaitu meraih yang terbaik. ‘’Why not the best,'’ katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika. Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ‘’selevel'’, sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika karier Rani semakin meningkat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih Phd. Lengkaplah kebahagiaan mereka. Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu daerah ke daerah yang lain, dari kota ke kota lain.

Setulusnya ada sebuah tanya, ‘’Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal?'’ Tapi dengan sigap Rani menjawab, ‘’Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!'’ Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya ‘’malaikat kecilku'’. Sungguh keluarga yang bahagia. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. ‘’Alif ingin Bunda mandikan,'’ ujarnya penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ‘’Bunda, mandikan aku!'’ kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, sang baby sitter menghubungi Rani . ‘’Bu, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.'’ Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setengah terbang, Rani ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.

Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri. Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. ‘’Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,'’ ucapnya lirih, di tengah suasana yang sunyi. Pelayat satu persatu menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis. Hening sejenak.

Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja. Tiba-tiba Rani berlutut. ‘’Aliiiff . . . . !'’ serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. ‘’Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..'’ Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.

berikan mereka rumah untuk hatinya ………

4 komentar on "Mandikan Aku Bunda"

secangkir teh dan sekerat roti on Selasa, 27 Oktober, 2009 mengatakan...

saya gk salah liat kan tadi ada posting tanggal 2 noveber..?

hehe

Ayoe Ritma on Selasa, 27 Oktober, 2009 mengatakan...

iya tadi salah masukin tanggal, heheheh maaf ,,, maaf,,,

ani rostiani on Selasa, 27 Oktober, 2009 mengatakan...

cerita ini beberapa kali saya baca, tapi tetap saja membuat hati gerimis. Semoga tak ada lagi Alif Alif lain di dunia ini yang untuk sekedar dimandikan bundanya harus menunggu hingga akhir waktu.
Keep blogging, Yoe!!

NURA on Selasa, 27 Oktober, 2009 mengatakan...

salam sobat
wah haru dan kasihan si ibu tak dapat terwujud keinginannya memandikan buah hatinya si ALIF.
memang ini sebuah renungan bagi kita semua khususnya sebagai seorang ibu,,,
seharusnya ,walaupun sesibuk apapun,untuk buah hatinya jangan sampai terabaikan sedikit saja.
agar tidak menyesal kemudian.

trims AYOE , sudah follow baliknya.

Posting Komentar

Terimakasih buat sahabat dah mau mampir di rumahku... (^_^)

 

Persahabatan Latansa Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal